Jumat, 16 Mei 2014

RP. 0 (NOL), PETUALANGAN SAYA SAMPAI KE MALAYSIA


Tampilan akun saya di detikTravel, diambil pada tanggal 16 Mei 2014
Saya gemar bepetualang, saya pun suka melukis, saya pun punya cita-cita ingin menjadi seorang penulis hebat serupa Andrea Hirata, penulis Laskar Pelangi yang lahir di provinsi yang sama dengan saya, Kepulauan Bangka Belitung. Sedari saya menempuh pendidikan di tanah kelahiran saya di Pulau Bangka, hingga akhirnya saya mendapatkan gelar sarjana disana, sampai akhirnya saya kembali kuliah strata selanjutnya di Yogyakarta, telah banyak tempat yang saya datangi bersama-sama teman kuliah. Saat dulu saya kuliah di Fakultas Hukum di Universitas Bangka Belitung, hampir seluruh pantai-pantai cantik yang mengelilingi Pulau Bangka telah berhasil saya tapaki.

Cerita demi cerita pun berhasil kami rangkai, termasuk saat dimana kami harus kehilangan tas yang berisi dompet, handphone, dan pakaian saat kami bersama berpetualang di Pantai Tanjung Kelayang, tak jauh dari Pantai Parai Tenggiri di Pulau Bangka. Inilah peristiwa singkat yang selanjutnya menggabungkan kami dalam sebuah komunitas kecil bernama D'Bolang'z, nama yang kami ambil dari nama sebuah acara petualangan anak di Trans 7. Hanya saja, bila Bolang di Trans 7 akronim dari Bocah Petualang, maka Bolang kami adalah Bocah Malang, karena baru saja kehilangan saat berpetualangan. Intinya, kami juga suka bepetualang serupa anak-anak dalam salah satu program TV favorit saya itu.

Ini dia, petualangan penuh cerita di Pantai Tanjung Kelayang, Pulau Bangka
Akhirnya, sampailah saya menapakkan kaki di Pulau Jawa untuk sekolah lagi, setelah sempat bekerja selama satu tahun lebih pada cabang sebuah bank swasata nasional di Pangkalpinang. Semula, saya ingin sekolah di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro di Semarang. Saya pun menuju ibukota Jawa Tengah itu setelah sempat singgah beberapa malam di Bandung, terbang ke Yogyakarta beberapa hari berikutnya, dan naik bus dari terminal Jombor di Sleman menuju Semarang. Saya mengamati kota Semarang yang kelak, setidaknya itu yang ada dalam pikiran saya kala itu, akan menjadi tempat tinggal saya selama saya menimba ilmu di sini. Suasana kota yang tak jauh beda dengan kota-kota lain yang pernah saya datangi, termasuk pula Jakarta sang ibukota negara tercinta.

Namun, entak kenapa, sekonyong-konyong saya merasa kurang nyaman dengan Semarang, apalagi bila saya membandingkannya dengan Yogyakarta yang beberapa hari sempat saya jelajahi. Saya mulai merasa gelisah, sebelum akhirnya memutuskan dengan bulat untuk sekolah di Yogyakarta saja, apapun kampus yang kelak akan menerima saya sebagai mahasiswa. Sekalipun demikian, esok harinya saya tetap mengikuti seleksi ujian masuk di kampus Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro di wilayah Simpang Lima. Setelahnya, bersama Pak Dwi Haryadi, dosen saya yang sedang studi S3 di kampus yang sama, Rangga Maradona yang ikut seleksi Magister Kenotariatan di fakultas dan universitas yang sama pula, kami menjelajahi Semarang yang menyajikan perpaduan bangunan klasik peninggalan zaman dahulu serta perkembangan Semarang yang modern dengan gedung-gedung yang mulai menjulang. Sebulan setelahnya, saya pun dinyatakan diterima di Universitas Diponegoro.

Bersama Pak Dwi, di depan Lawang Sewu, Semarang.

Menumpang sebuah bus, saya kembali ke Yogyakarta. Saya pun mendaftar di Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Sedikit pun saya tak berharap bisa diterima di kampus nomor wahid di Indonesia itu. Bagaimana tidak, sepanjang yang saya tahu, orang-orang yang berhasil lulus untuk kulaih disini adalah orang pilihan dengan kualitas otak yang mumpuni, orang-orang cerdas yang berhasil menyisihkan ribuan pendaftar lain. Lulusan kampus negeri pertama di Indonesia ini juga sudah terjamin kualitasnya, tak usah diragukan lagi. Tambahan pula, pihak pengelola mempunyai cara tersendiri untuk menyeleksi mahasiswa yang kelak akan diterima, yakni tes psikologi yang dikemas dalam bentuk PAPS (Potensi Akademik Pasca Sarjana),dan tes bahasa Inggris TOEFL yang dikemas dalam bentuk ACEPT (Academic English Proficiency Test) ala UGM. Itu sebabnya, demi kuliah di Yogyakarta, bukan di Semarang, saya pun mendaftar pula di program dan fakultas yang sama, tapi di universitas berbeda, yakni Universitas Islam Indonesia (UII).

Namun, alhamdulillah, saat berpetualang di ibukota negara, saya mengakses pengumuman via dunia maya, saya mendapati nama seorang Darwance diterima di Universitas Gadjah Mada. Maka, dimulailah petualangan saya di tanah Jawa. Selain untuk sekolah, hal lain yang kelak akan saya jalani selama tinggal di Yogayakarta tak lain adalah berpetualang. Apalagi, selain sebagai kota pelajar, daerah pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X itu dikenal sebagai daerah tujuan wisata yang menawarkan beragam keunikan, mulai dari budaya masyarakatnya, peninggalan sisa peradaban masa lalu berupa candi-candi, hingga kecantikan alam yang dikemas dalam bentuk goa dan pantai-pantai yang ada di pesisir selatan Yogyakarta. Semuanya sebisa mungkin saya jelajahi, selama saya berada di tanah Jawa. Namun, sebisa mungkin petualangan saya itu saya jalani dengan tidak menganggu jadwal kuliah yang menjadi prioritas utama.

Letak Yogyakarta yang strategis,setidaknya menurut saya, yang berada ditengah-tengah Pulau Jawa, menjadikan jarak tempuh antara Yogyakarta dengan destinasi wisata lain yang ada disekitarnya menjadi lebih mudah, seperti Yogyakarta-Jakarta, Yogyakarta-Bandung, Yogyakarta-Solo, Yogyakarta-Semarang, Yogyakarta-Surabaya, termasuk pula Yogyakarta-Malang. Apabila ada waktu, maka sesekali saya bersama teman-teman kuliah pun berpetualang keluar Daerah Istimewa Yogyakarta itu, menjelajahi situs wisata yang ada disana.

Suatu waktu, untuk kali pertama dalam hidup, saya bersama beberapa orang teman naik kereta api tengah malam dari Solo menuju Malang, hendak mendaki pundak bumi menuju Semeru. Sekalipun tujuan kami sesuai rencana semula adalah Ranu Kumbolo, namun itulah pengalaman saya sebagai anak pantai mendaki naik-turun perbukitan, berbelok kiri-kanan menelusuri jalan setapak, hanya demi satu tujuan, melihat dengan mata kepala sendiri serupa apa kecantikan Ranu Kumbolo yang terlukis di di sebuah film 5 CM itu. Semua petualangan saya itu, petualangan saya bersama-sama teman-teman di Pulau Bangka, sampai akhirnya saya bertemu dengan teman-teman yang tak kalah hebat di Pulau Jawa, saya salurkan melalui lukisan cerita petualangan dalam bentuk tulisan di situs berita online yang khusus mengupas masalah pariwisata.

Saat hendak menuju Ranu Kumbolo di pundak Semeru

Saya gemar berpetualang, saya suka menulis, saya pun bercita-cita ingin menjadi seorang penulis serupa Andrea Hirata, gabungan kegemaran saya yang kelak mengantarkan saya untuk kali pertama kalinya menginjakkan kaki di negeri orang, Malaysia. Oleh sebab saya gemar berpetulang yang sering saya sebut sendiri dengan istilah "ngebolang", maka saya pun sering membuka berita perihal tempat wisata, termasuk pula di dunia maya. Melalu akun twitter yang saya buat sejak tahun 2009 yang lalu, saya mengikuti beberapa akun yang menyajikan berita perihal petualangan. Melalui akun-akun itu, sang pemilik biasanya membagikan berita yang dimuat pada halaman berita yang mereka kelola. Apabila ada berita yang sekiranya menarik, maka tanpa ragu saya mengklik link yang tertera. Lumayan, untuk menambah pengetahun seputar destinasi wisata yang kelak, apabila ada kesempatan, bisa kita datangi.

Dari sekian banyak akun yang saya ikuti, ada satu akun yang mengoneksikan dengan halaman berita mereka, yang cukup menarik perhatian saya. Mulanya saya heran sekali dengan situs berita itu. Selain berita yang disajikan sangat beragam, dari Sabang sampai Merauke, dari ujung dunia ke ujung dunia lagi, seolah wartawan situs ini bertebaran ada dimana-mana. Sampai-sampai daerah terpencil yang ada didaerah terpencil sekalipun, ada di situs itu. Lha, bagaimana ceritanya coba? Saya pun mulai membedah situs itu, membuka halaman demi halam berita yang saya baca, melihat nama-nama sang penulis cerita. Alamak, nama penulisnya berbeda-beda, banyak pula.

Siapa mereka-mereka itu, saya tak henti-henti dalam hati bertanya. Lantas, dibelakang nama penulis berita ada kata "dtraveler". Apalagi itu? Sesingkat pengetahuan saya, travel artinya bepergian, apabila ditambah dengan akhiran -er, maka artinya menjadi orang yang bepergian. Saya mulai paham. Namun, mengapa ada huruf D di hadapan kata itu? Akhirnya saya menyimpulkan sendiri, mungkin saja D itu singkatan dari kata "the", biar lebih keren maka dibuat saja jadi huruf D saja. Atau, huruf D bisa saja singkatan dari "detik", nama situs dengan alamat resmi www.detik.com. Itulah situs yang beritanya sering dibagi melalui akun twitter @detikTravel itu.

Saya masih penasaran tentu saja. Setelah menyimpulkan bahwa berita yang tertera di halaman situs travel.detik.com banyak ditulis oleh para pelancong yang membagikan cerita petualangannya, tetapi saya masih belum memahani bagaimana caranya para dtraveler itu menulis cerita mereka sehingga bisa dipublikasi di halaman travel.detik.com. Saya pun memperhatikan setiap sudut halaman berita travel.detik.com dengan seksama. Pada sebuah sudut, saya melihat sebuah tulisan yang lebih kurang mempersilakan kepada siapapun yang sedang membuka situs itu untuk menuliskan cerita dan foto-foto petualangan mereka.

Segera saya mengarahkan kursor bertanda anak panah itu pada salah satu tulisan, tulisan untuk berbagi cerita. Layar selanjutnya menampilkan semacam formulir untuk mengisi biodata. Itulah halaman bagi siapapun yang ingin berbagi cerita di situs travel.detik.com, dengan terlebih dahulu mengisi sejumlah biodata sebagai syarat untuk membuat akun dtraveler di travel.detik.com. Saya pun mencoba membuat akun disana dengan nama Darwance Law, sama seperti akun-akun jejaring sosial saya yang lain. Mulanya, akun yang telah berhasil saya daftarkan itu saya tinggalkan begitu saja, tanpa ada cerita petualangan yang saya bagikan. Padahal, telah banyak tempat yang telah saya datangi, di Pulau Bangka, termasuk pula di Pulau Belitung, bahkan sampai disetiap sudut Pulau Jawa.

Suatu ketika, saya menyadari bahwa potensi pariwisata tanah kelahiran saya di Pulau Bangka yang kaya akan pantai-pantai yang jelita, tak banyak dibahas oleh sejumlah media. Hanya beberapa destinasi saja yang sering dikupas, di media online, cetak, termasuk pula oleh sejumlah program di televisi. Namun, tempat yang diulas hanya itu-itu saja, tak hendak berpindah ke destinasi lain yang barangkali jauh lebih potensial. Alhasil, pariwisata di pulau ini berkembang dengan lamban, berbeda dengan Pulau Belitung yang melejit tak lain karena Laskar Pelangi. Semula saya ingin mengulasnya di media blog yang saya miliki, namun tampaknya kurang ada pembaca. Apalagi blog yang saya miliki belum berumur lama.

Akhirnya, saya menjatuhkan pilihan untuk kembali membuka akun saya di travel.detik.com yang sempat saya tinggalkan begitu saja. Saya masih ingat, tulisan pertama kali yang saya buat adalah perihal Pantai Tanjung Kemirai di Desa Pasirputih, Bangka Selatan. Saya pun masih ingat, bagaimana saya yang hanya mengirim satu foto saja di artikel itu karena terlanjur mengklik tombol "kirim", padahal travel.detik.com mensyaratkan minimal dua foto untuk artikel. Beruntung, para awak traveldetik.com berbaik hati sehingga tulisan itu terbit pula akhirnya.

Artikel tulisan pertama yang saya kirim ke detikTravel
 
Pada awalnya, saya mengira tulisan yang telah kita kirim akan langsung terpajang dihalaman travel.detik.com. Alamak, terlampau bodohnya saya, ternyata tulisan itu terlebih dahulu harus dimoderasi oleh redaksi. Biaralah, tak mengapa. Saya pun terus menulis perihal pantai-pantai lain yang ada di Pulau Bangka, terutama yang jarang disentuh tukang berita. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, tak lekas saya melihat tulisan yang saya kirim itu terpajang. Sudahlah, saya menghibur diri. Mungkin masih mengantri dengan tulisan lain yang telah masuk terlebih dahulu, atau sialnya tulisan perihal pantai di Pulau Bangka kurang berdaya jual tinggi. Saya menyerah berharap tulisan-tulisan itu terpajang.

Suatu waktu, saat berada di perpustakaan Fakultas Hukum UGM, seperti biasa saya membuka email saya. Siapa tahu ada pesan masuk yang penting. Mata saya langsung terpaku oleh sebuah tulisan pada kota masuk, nama pengirimnya detikTravel. Ada apa ini? Saya membukanya. Oh, ternyata pemberitahuan bila salah satu tulisan saya sudah terpublikasi di halaman travel.detik.com. Seperti sebelumnya, saat mengetahui tulisan-tulisan saya dimuat oleh media untuk kali pertama, saya senang bukan main. Saya pun langsung mengirim link tulisan itu kepada teman-teman yang mukanya ada di dalamnya melalu Blackberry Messenger, termasuk pula memanjang link beritanya di kolom status BBM. Senang bukan main pokonya. Judul tulisan yang kali pertama terbit adalah "Pantai Rambak, Si Cantik dari Pulau Bangka".

Artikel berupa kumpulan foto pertama yang publish di halaman detikTravel
Hari berikutnya, dengan malas-malasan saya mengetik nama saya di kotak pencari google. Saya hanya ingin menengok foto-foto di blog saya apakah sudah masuk di halaman pencarian google atau belum. Saya klik gambar, maka keluarlah beberapa foto yang telah saya pajang di halaman darwance-law.blodspot.com. Seketika, mata saya tertuju pada gambar pepohonan lada. Saya heran sekali. Bukan apa-apa, foto itu hasil jepretan saya, tapi belum pernah saya isi di blog saya. Lalu, bagaimana ceritanya foto itu bisa terpasang di google?

Saya langsung mengklik hendak memperbesar gambar itu. Pada sudut kanan bawah foto itu tertera tulisan putih tipis "published by detikTravel". Ah, jangan-jangan tulisan saya yang menceritakan perihal petualangan saya di perkebunan lada milik ayah saya di Pulau Bangka itu dipublikasi oleh travel.detik.com. Saya klik link menuju halaman berita yang memanjang foto itu. Apa saya bilang, tulisan saya kembali di terima oleh redaksi. Lagi-lagi saya senang, apalgi cerita perihal kebun lada ini sedikit pun tak mengira akan diterima oleh redaksi. Namun rupanya tulisan ini justru yang paling disukai redaksi, setidaknya itu yang diceritakan langsung oleh Mas Fitraya Ramadhanny kepada saya suatu hari kelak. Buktinya, dua tulisan perihal lada setelahnya pun kembali dipubilkasi dengan begitu cepat oleh redaksi.

Saat saya membuka berita perihal lada inilah, saya membaca perihal adanya semacam perlombaan menulis cerita petualangan dengan hadiah utama jalan-jalan ke Kuala Lumpur, Malaysia. Sponsor utamanya adalah maskapai AirAsia. Saya sempat gugup. Manakala saya mengklik nama akun saya, yang terpampang dihadapan saya adalah sepotong kalimat yang menyatakan bahwa saya adalah d'traveler of the year 2013. Saya mengklik perintah selanjutnya, siapa tahu benar saya adalah pemenang yang berhak ke negara tetangga. Oh, ternyata itu semacam pengingat yang menggiring pada kita untuk melihat berada diperingkat berapa kita. 100+, itulah peringkat yang tersemat pada akun Darwance Law.

Saya pun mempelajari lebih jauh lagi perihal perlombaan itu. Ada tiga kategori, yakni the most published article, the most read article, dan the most shared article. Saya pun melihat-lihat siapa saja yang bertengger di lima teratas untuk masing-masing kategori, sekaligus yang kelak berhak hadiah jalan-jalan ke Malaysia. Satu kategori pun tak ada nama saya. Pada kategori the most published article, saya melihat jumlah artikel dtraveler yang bertengger di peringkat satu sampai lima. Peringkat pertama, delapan puluhan artikel. Sulit rasanya untuk mengejar jumlah artikel setinggi itu. Namun diperingkat selanjutnya, hanya ada belasan artikel. Artinya, ada kesempatan bagi saya untuk berada di posisi itu. Saat itu, penghujung Oktober 2013, setidaknya masih ada dua bulan lagi sempai program ini ditutup di akhir tahun 2013.

Saya pun segera membuka foto-foto petualangan saya yang tersimpan rapi di laptop, menulis cerita perjalanan serta gambaran daerah yang saya tujui, lalu sebanyak mungkun saya kirim ke travel.detik.com. Setiap hari, saya selalu berharap tulisan-tulisan, maupun foto-foto petualangan yang saya kirim itu dipublikasi oleh redaksi. Cerita petualangan yang saya tulis mulanya banyak bercerita perihal pertualngan saya di Pulau Bangka dulu. Sekalipun kelak saya tak berhasil menjadi salah satu pemenang, paling tidak saya telah bercerita perihal potensi wisata yang ada di Pulau Bangka, tanah kelahiran saya.

Satu demi satu, tulisan dan foto yang saya kirim dipublikasi. Saya senang sekali. Saya melihat peringkat akun saya yang pelan-pelan ikut naik pula. Saya kembali menulis tulisan dan foto lain, tak terkecuali seputar petualangan saya selama tinggal di Yogyakarta, menelusuri setiap sudut keindahan alam Pulau Jawa. Saya pun tak lupa mengirim cerita saya saat menyaksikan pernikahan agung Keraton Yogyakarta, sebuah peristiwa langka yang saya yakini sangat ditunggu oleh redaksi. Apa yang menjadi dugaan saya ternyata benar, hanya beberapa hari kemudian artikel itu langsung dipublikasi. Peringkat saya langsung naik tinggi, dari semula diatas 50 langsung melompat di sebuah angka dibawah angka itu. Sampai akhirnya tibalah akun Darwance Law berada di 10 besar, menjelang akhir tahun, sekaligus petanda program ini segera diakhiri.
Saat berada di peringkat 65

Saya semakin gugup. Beberapa tulisan dan foto kembali dipublikasi, peringkat saya kembali naik. Sampai akhirnya, setelah artikel saya berjudul 'Kalian Harus Datang ke Pantai Tanjung Kalian" mengantarkan akun saya untuk kali pertama duduk di peringkat lima, peringkat yang kelak akan diikutsertakan ke Malaysia. Saya senang bukan main, seraya berdoa semoga peringkat ini tetap bertahan, atau menanjak naik bila perlu. Besoknya, peringkat itu kembali turun ke peringkat enam. Saya kecewa bukan main, namun tetap berharap semoga naik kembali. Apalagi sejumlah tulisan dan foto, yang mungkin karena tidak update lagi, foto-fotonya kurang jelas menampilkan objek yang sedang diulas, terlampau sering dibahas, atau alasan redaksi lain yang tidak saya ketahui, hilang dari daftar moderasi atau tidak akan diterbitkan oleh redaksi. Hari demi hari, saya menunggu semoga akan ada lebih banyak lagi tulisan dan foto yang saya kirim dipublikasi.


Kadang-kadang, saya kecewa bukan kepalang bila tahu tak ada satu pun tulisan dan foto yang terbit hari itu. Namun kecewa itu berubah jadi girang bukan kepalang setelah mengetahu ternyata, tanpa saya tahu, ada artikel yang dipublikasi hari itu, bahkan lebih dari satu. Saya yakin, peringkat saya naik kembali. Dugaan saya kembali benar, sampai akhirnya peringkat saya terus naik ke peringkat dua, sekalipun akhirnya saya pada hari terakhir tahun 2013 akun saya berada di peringkat ketiga. Sekalipun dilayar saya ditampilkan di peringkat tiga, sekaligus menandakan saya menjadi salah seorang pemenang dari lima pemenang di kategori the most published artcle, saya tetap gugup seraya menunggu pengumnan secara resmi dari travel.detik.com.

Menaaaaang!!!
Menjelang pertengahan Januari 2014, akhirnya para pemenang diumumnkan. Alhamdulillah, nama saya ada didalamnya, berada di peringkat tiga kategori the most published article. Saya pun berhak atas hadiah jalan-jalan seraya mengikuti Airport and AirAsia Academy di Asian Aviation Cetre of Execcelence (AACE) di Sepang, hadiah uang tunai Rp. 500.000, tiket domestik pulang-pergi AirAsia, dan sebuah jaket dari detikTravel. Setelah melengkapi sejumlah persyaratan administasi, sampailah dihari dimana kami akan terbang ke Malaysia bersama AirAsia dari Jakarta.

Saat berada di Kuala Lumpur, Sang Ibukota Malaysia
Para pemenang yang berasal dari luar Jakarta pun dikirim e-tiket pesawat terbang pulang-pergi oleh detikTravel, termasuk saya yang saat itu berada di Yogyakarta. Oh ya, untuk tiket domestik, saya memilih liburan ke Pulau Lombok sekaligus Pulau Bali selama satu minggu, via Adi Sutjipto International Airport di Yogyakarta ke I Gusti Ngurah Rai Intertional Airport di Bali. Demikian, "semoga menginspirasi", meminjam istilah Dr. Ibrahim, S.Fil., M,Si., dosen Universitas Bangka Belitung saat saya memberi ucapan selamat atas keberhasilan beliau memperoleh gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada, beberapa hari sebelum saya berangkat ke Malaysia.

Ingin mengetahui kegiatan saya dan traveler lain selama di Malaysia? Klik "Perjuangan Menembus Aku Gunung Kelud Demi ke Malaysia". Lalu, bagaimana serunya petualangan saya memanfaatkan hadiah tiket gratis dari AirAsia bersama kawan-kawan di Bali dan Lombok? Tunggu link berikutnya!!! Hehe.

Kamis, 15 Mei 2014

TAHUN BARU YANG SEGAR DI AIR TERJUN GROJOGAN SEWU


Liburan Tahun Baru tidak hanya hingar bingar pesta kembang api. Sambutlah hari pertama di tahun 2014 dengan menikmati kesegaran Air Terjun Grojogan Sewu di Kabupaten Karanganyar. Liburan pun terasa sempurna. Anda ingin berkunjung ke daerah Jawa Tengah, cobalah sesekali bertandang ke Kabupaten Karanganyar di timur Kota Solo. Salah satu tempat yang wajib anda kunjungi adalah Air Terjun Grojogan Sewu di daerah Tawangmangu. Saya berani jamin, tujuan menikmati liburan pasti tercapai di sini. Apalagi, selain air terjun yang memang menjadi objek utama, di kawasan wisata ini juga anda bakal menemukan beragam keunikan yang mungkin belum pernah Anda temukan selama ini.



Awalnya, saya mengira air terjun ini biasa-biasa aja, sama seperti air terjun lain pada umumnya. Namun setelah sampai dilokasi, ternyata ada beberapa hal yang membedakan air terjun ini dengan air terjun lain. Salah satunya adalah monyet-monyet liar yang siap menyambut kedatangan kita di sana. Nah, untuk keunikan yang satu ini, Anda perlu berhati-hati. Anda harus menjaga betul barang yang dibawa. Bila tidak, maka dengan cekatan monyet-monyet itu akan merampas bawaan. Parahnya lagi, barang-barang itu akan mereka bawa masuk dalam hutan.



Selain barang bawaan, hati-hati pula dengan makanan yang dibawa. Jangan sesekali masuk area air terjun seraya melahap makanan atau menyedot minuman, sebab bisa jadi makanan itu akan direbut para monyet tanpa peduli Anda sedang menikmatinya.

(Artikel yang sama juga bisa dibaca di www.detik.com dengan judul "Tahun Baru yang Segar di Air Terjun Grojogan Sewu" oleh penulis yang sama)

Rabu, 14 Mei 2014

SEDEKAH DURIAN, HEBOHNYA PESTA DURIAN DI PULAU BANGKA


Pulau Sumatera termasuk Pulau Bangka adalah tempat favorit para traveler pecinta durian. Malahan, di Kab Bangka Tengah pernah ada pesta makan durian massal, Sedekah Durian namanya. Suasananya heboh dan seru! Musim penghujan telah tiba. Seperti biasa, musim hujan pasti selalu diikuti musim berbunga bagi aneka tumbuh-tumbuhan yang kelak berubah menjadi buah yang siap dipanen. Pohon apapun pasti berbuah, tak terkecuali durian yang harumnya selalu mengundang nafsu untuk segera melahapnya. Hal yang sama juga terjadi di Pulau Bangka beberapa bulan setelah musim hujan datang.

Ada rencana liburan ke sana awal tahun depan? Saran saya, carilah waktu yang tepat melalui sejumlah media yang menyajikan informasi di sana. Selain informasi dari agen travel, jangan lupa pula membuka situs resmi pemerintah daerah di sana, mulai dari provinsi sampai kabupaten dan kota. Di situs-situs resmi terebut baisanya tepampang sejumlah agenda wisata yang akan digelar, disamping rekomendasi sejumlah objek wisata yang wajib Anda kunjungi.



Setelah seluruh informasi didapatkan, barulah atur rencana pergi ke Pulau Bangka. Apabila beruntung, maka Anda dapat menyaksikan sejumlah acara unik yang barangkali saja belum pernah Anda temui ditempat lain. Salah satunya adalah acara Sedekah Durian yang rutin digelar setiap tahun saat musim durian tiba. Bagi Anda yang suka makan durian, acara ini cocok untuk anda. Acara ini digelar di Desa Air Mesu, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, atau tak sampai 10 kilometer dari pusat kota Pangkalpinang.

Dalam acara ini, pihak panitia penyelenggranya biasanya menyediakan belasan ribu buah durian yang disusun di lapangan sepakbola desa. Siapa pun yang datang bebas menyantapnya. Syaratnya, tidak boleh dibawa pulang alias makan di tempat. Anda pun tak perlu repot membawa parang (golok) atau peralatan apa saja untuk membuka durian-durian itu, sebab belasan ribu durian itu sudah dibelah oleh panitia. Jadi, kita tinggal membukanya lantas menyantapnya. Dapat dibayangkan bagaimana nikmatnya, bukan?

Namun demikian, kita pun harus menyiasati agar dapat menyaksikan acara ini secara langsung dan tentu saja agar bisa melahap duriannya secara gratis. Dari pengalam saya mengikuti acara itu, animo warga untuk datang ke lokasi acara itu sangat tinggi. Jalan-jalan sepanjang menuju lokasi macet. Jadi, pintar-pintar mencari celah waktu, bila perlu pagi-pagi sudah siap di sana.

Pada acara Sedekah Durian lalu, saya bersama beberapa orang teman pergi ke sana. Setelah membelah kemacetan di bawah terik matahari Pulau Bangka, akhirnya sampailah kami di lokasi. Waw, ternyata lapangan susah disesaki para pengunjung yang mempunyai niat yang sama, menyaksikan acara dan melahap duriannya. Di lapangan bola desa, terhampar belasan ribu durian yang telah disusun panitia menyerupai kerucut. Durian-durian itulah yang kelak akan dimakan secara massal oleh warga


Sebagaimana acara pada umumnya, acara Sedekah Durian di Bangka pun dibuka dengan sejumlah sambutan dari pejabat daerah setempat, dilanjutkan dengan doa kepada Sang Maha Pencipta atas panen yang melimpah, serta harapan-harapn dikemudian hari. Setelah panitia memberi aba-aba acara akan dimulai, pengunjung langsung menyerbu durian. Hati-hati, tak perlu saling dorong, pasti kebagian meskipun hanya sebiji dua biji. Mau bagaimana lagi, mau sebiji dua biji atau dorong-dorongan hingga akhirnya tertusuk duri buah durian yang runcing itu? Nah, sebentar lagi musim durian di Pulau Bangka akan tiba. Bagi anda yang ingin berlibur ke sana, siap-siap berhadapan dengan belasan ribu buah durian yang melimpah ruah di tengah lapangan. Jangan cuma dilihat, sikat durian itu segera!

(Artikel yang sama juga bisa dibaca di www.detik.com dengan judul "Sedekah Durian, Hebohnya Pesta Durian di Pulau Bangka" oleh penulis yang sama)

Selasa, 13 Mei 2014

AWAS! ADA ELANG LAUT RAKSASA DI PANTAI PARAI, BANGKA


Bangka sepertinya semakin asyik untuk menjadi destinasi liburan akhir tahun seperti sekarang ini. Kalau pergi ke Marina Bay, Pantai Parai Tenggiri di Pulau Bangka, jangan kaget ya. Ada patung elang laut raksasa! Wah, keren sekali. Saat liburan ke Pantai Parai Tenggiri tempo hari saat pulang ke Bangka, ada yang baru di pantai itu. Pertama, di sebelah selatan pantai itu dibangun sebuah kawasan yang diberi nama Marina Bay. Kedua, tak jauh dari kawasan itu dibangun lagi sebuah jembatan berarsitektur menarik agar para pelancong dapat menikmati keindahan Pantai Parai Tenggri secara maksimal. Nah, ketiga dan ini yang paling keren, dalam kawasan Marina Bay itu ada Monumen Elang Laut yang menjulang tinggi.



Penasaran, sebelum memasuki area pantai, saya bersama seorang sepupu, Debri namanya, terlebih dahulu masuk area Marina Bay. Gagah sekali monumen itu. Menurut ownernya, Bapak Johni Sugiarto, monumen itu sengaja ia bangun selain sebagai ikon baru pariwisata Pulau Bangka, juga untuk mengenang populasi elang laut yang dulu banyak sekali di sekitar Pantai Parai Tenggiri. Sekarang populasinya semakin sedikit, bahkan burung itu sudah jarang terlihat beterbangan. Selain itu, beliau juga ingin agar generasi muda bangsa tertular oleh semangat tinggi elang laut yang terbang tinggi mencapai cita-cita. Semoga saja.

Di kawasan ini, kelak akan digelar Bangka Jazz Festival, ajang pertunjukan musik jazz tahunan yang sudah rutin diselenggarakan. Selain itu, di kawasan itu juga sudah rutin diadakan turnamen bola voli pantai internasional, Asia Pasifik Beach AVC Volley Ball. Ini merupakan salah satu cara pengelola wisata di Pulau Bangka untuk menarik wisatawan.



Nah, kembali ke soal monumen elang laut yang tinggi menjulang itu. Monumen ini berada di sebelah selatan Pantai Parai Tenggri, menghadap ke barat, posisi yang tepat dalam meyambut wisatawan yang memasuki gerbang Pantai Parai Tenggiri. Di sekitar monumen, berjajar cottage-cottage yang cocok digunakan untuk berbulan madu. Selamat datang di Pulau Bangka!

(Artikel yang sama juga bisa dibaca di www.detik.com dengan judul "Awas! Ada Elang Laut Raksasa di Pantai Parai, Bangka" oleh penulis yang sama)

TANJUNG KEMIRAI, PERAWAN DARI SELATAN BANGKA

Kepulauan Bangka Belitung terkenal akan pantainya yang indah. Selain di Belitung, mampirlah ke Pulau Bangka. Pantai Tanjung Kemirai di Bangka, masih perawan dan tak kalah indah. Cocok untuk tempat libur akhir pekan Anda. Siapa yang tak kenal Kepulauan Bangka Belitung, daerah yang pariwisatanya cukup populer akhir-akhir ini. Apalagi seiring meledaknya film Laskar Pelangi, daerah ini kian digemari pelancong.











(Foto-foto yang sama juga bisa dilihat di www.detik.com dengan judul "Tanjung Kemirai, Perawan dari Selatan Bangka" oleh fotografer yang sama)

UNIK! TRADISI PERANG KETUPAT DI PULAU BANGKA


Berbagai tradisi unik di Indonesia adalah potensi wisata yang luar biasa. Coba lihat di Pulau Bangka, ada tradisi perang ketupat yang begitu unik dan seru untuk ditonton wisatawan. Apa yang ada dalam benak Anda manakala mendengar kata ketupat? Lebaran bukan? Saya pun berpikiran sama dengan pikiran banyak orang. Hanya saja, di Pulau Bangka, ketupat tidak hanya identik dengan Lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Di daerah Tempilang, di Kabupaten Bangka Barat, ada tradisi unik yang justru menggunakan ketupat sebagai alat untuk berperang. Penasaran?

Saya adalah orang yang barangkali sama pensarannya dengan Anda. Itu sebabnya, bermodalkan rasa penasaran yang cukup tinggi, akhirnya saya pegi ke Pantai Pasir Kuning, tempat dimana ritual ini diselenggarakan setiap tahun. Sampai saat ini, ritual adat Perang Ketupat memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi sejumlah wisatawan yang datang. Beberapa kali sempat menyaksikan acara itu, saya selalu menyaksikan jalan-jalan utama di daerah itu yang macet macam Jakarta.


Perang Ketupat memang bukan perang biasa, apalagi sampai harus memakan korban jiwa. Sejumlah warga didaerah itu bercerita, bahwa tradisi ini diselenggarakan untuk memberi makan makhluk halus, sebagai wujud rasa syukur warga sekitar terhadap makhluk halus itu yang telah menjaga mereka selama ini. Bagi warga setempat, tidak semua makhluk halus itu jahat, ada pula makhluk halus yang baik, yakni yang menjaga keberlangsungan hidup mereka selama ini.



Setidaknya, ada beberapa prosesi inti dalam ritual adat Perang Ketupat yang saya lihat kala itu, yakni dimulai dari memberi makan makhluk halus, baik yang tinggal di darat maupun dilaut, lalu menghanyutkan perahu kecil, dilanjutkan dengan acara utama yaitu Perang Ketupat. Untuk acara inti ini, telah disediakan begitu banyak ketupat yang siap dilemparkan dua kelompok dalam durasi tertentu yang telah ditetapkan. Wah, acaranya seru sekali, benar-benar mirip peperangan yang ada dalam bayangan saya selama ini. Apalagi debu pantai saat itu beterbangan, menambah aroma peperangan semakin kental terasa.

Beberapa orang teman saya saat itu pun menjadi bagian dalam salah satu tim. Menurut cerita dia, selama perang berlangsung, tak terasa sakit sama sekali, rasa sakit justru datang manakala perang telah usai. Wah, menarik bukan? Setelah durasi selesai, dua pihak pun harus berhenti saling lempar. Sekalipun perang, dua kelompok yang dibentuk ini saling berjabat tangan tanda perdamaian. Setelah perang usai, selanjutnya diadakan acara taber kampong, yakni menabur suatu benda yang telah dijampi oleh dukun kampung, agar kampung itu esoknya terhindar dari marabahaya. Masyarakat setempat, dalam hal ini tentu pula harus mematuhi sejumlah pantangan yang pantang untuk dilanggar.


Bagaimana, menarik bukan? Anda pun dapat menyaksikan acara ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara ini digelar untuk menyambut Tahun Baru Islam, menjelang bulan puasa, atau yang oleh masyarakat Pulau Bangka dikenal dengan sebutan bulan Ruwah. Anda pun jangan takut kelaparan, sebab masyarakat sekitar biasanya memasak dalam jumlah banyak yang akan disajikan kepada siapa pun yang datang.

(Artikel yang sama juga bisa dibaca di www.detik.com dengan judul "Unik! Tradisi Perang Ketupat di Pulau Bangka" oleh penulis yang sama)