Saat menuruni Gunung Semeru yang
makin hits gara-gara film '5 Cm', traveler akan menemui kuliner rawon
Ranu Pane yang khas. Kuliner itu sungguh lezat dan pas untuk mengobati
lelah setelah mendaki gunung. Saat pertama kali menginjakkan kaki
di Pulau Jawa, saya merasa tidak cocok dengan masakannya. Apalagi
sebagian besar makasan Jawa didominasi rasa manis.
Dari dulu,
saya memang tidak suka dengan masakan manis, sekalipun saya sudah
berusaha untuk menikmati masakan itu. Namun, ternyata ada masakan Pulau
Jawa yang berhasil membuat saya sampai sekarang terus menyukainya, yakni
rawon. Menurut cerita yang saya dengar rawon itu makanan khas
daerah Jawa Timur. Saya sudah sering mendengar nama makanan itu selama
tinggal di Pulau Jawa. Hanya saja tak berniat mencobanya oleh karena
sudah menyadari bahwa lidah saya sepertinya memang tidak cocok dengan
masakan di sana.
Dulu, waktu sarapan pagi di sebuah hotel di Surabaya, saya bertanya perihal makanan yang sedang dilahap orang salah seorang teman. Itu rawon katanya, makanan asli daerah Surabaya. Saya cuma berkata "oh", tak pula hendak mencobanya, sekalipun teman saya itu sudah menjelaskan komposisinya dengan rinci. Nah, perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pane, teman-teman saya sepanjang jalan berteriak memberi semangat kepada diri sendiri. Intinya, mereka menyebutkan nama rawon dan es teh berulang kali. Mereka sengaja menyebut-nyebut makanan dan minuman itu biar terus semangat melawan rasa letih menuruni pundak pegunungan. Saya hanya senyum-senyum dan heran-heran sendiri. Lantas berpikir selezat apa makanan itu sehingga mereka dengan semangat yang luar biasa seolah-olah hendak melahapnya satu ember sekalipun.
Singkat cerita, sampailah di Ranu Pane. Seraya menghilangkan rasa lelah, kami duduk di sebuah warung kantor milik Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Lantas, mereka langsung memesan rawon dan es teh. Saya bertanya ada menu apa saja, namun teman-teman saya memberi saran agar saya mencoba rawon Ranu Pane saja yang katanya enak luar biasa. Saya pun mencobanya. Alamak, rawon yang saya kira rasanya tak lebih dari makanan Jawa yang lain, yang tidak cocok di lidah saya yang berlidah jenis Sumatera. Ternyata enaknya bukan main!
Dulu, waktu sarapan pagi di sebuah hotel di Surabaya, saya bertanya perihal makanan yang sedang dilahap orang salah seorang teman. Itu rawon katanya, makanan asli daerah Surabaya. Saya cuma berkata "oh", tak pula hendak mencobanya, sekalipun teman saya itu sudah menjelaskan komposisinya dengan rinci. Nah, perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pane, teman-teman saya sepanjang jalan berteriak memberi semangat kepada diri sendiri. Intinya, mereka menyebutkan nama rawon dan es teh berulang kali. Mereka sengaja menyebut-nyebut makanan dan minuman itu biar terus semangat melawan rasa letih menuruni pundak pegunungan. Saya hanya senyum-senyum dan heran-heran sendiri. Lantas berpikir selezat apa makanan itu sehingga mereka dengan semangat yang luar biasa seolah-olah hendak melahapnya satu ember sekalipun.
Singkat cerita, sampailah di Ranu Pane. Seraya menghilangkan rasa lelah, kami duduk di sebuah warung kantor milik Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Lantas, mereka langsung memesan rawon dan es teh. Saya bertanya ada menu apa saja, namun teman-teman saya memberi saran agar saya mencoba rawon Ranu Pane saja yang katanya enak luar biasa. Saya pun mencobanya. Alamak, rawon yang saya kira rasanya tak lebih dari makanan Jawa yang lain, yang tidak cocok di lidah saya yang berlidah jenis Sumatera. Ternyata enaknya bukan main!
Saat itu, saya langsung berkata kepada teman-teman saya. Rawon adalah makanan Jawa pertama yang berhasil membuat saya jatuh cinta. Saya sampai memesan dua piring rawon kala itu. Mulanya, teman saya mengira saya menyukainya karena terlalu lapar, Nyatanya, mereka salah. Saya benar-benar menyukai hingga sekarang. Untung saja, rawon juga banyak dijual di Yogyakarta, sekalipun rasanya tak seoriginal yang di Ranu Pane.
(Artikel yang sama juga bisa dibaca di travel.detik.com dengan judul "Kepincut Rawon di Ranu Pane" oleh penulis yang sama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar