Selain penghasil timah, Pulau Bangka juga dikenal sebagai penghasil
lada alias merica. Perkebunan lada terbentang luas di Desa Pasir Putih,
Bangka Selatan. Traveler pun dapat bersenang-senang ikut memanen lada. Bagi saya memetik lada merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan.
Apalagi bila tanaman yang akan saya petik berbuah lebat, ditambah
bijinya yang besar-besar dan tampak merah. Ya, masyarakat luas di Bangka biasanya lebih akrab menyebut lada
dengan sebutan sahang. Meskipun harga lada sempat anjlok pasca krisis
moneter tahun 1998 silam, namun masyarakat Bangka tak begitu saja
melupakan lada.
Orang tua saya misalnya, tetap bertahan dengan berkebun lada sampai
sekarang. Lada itu untuk menghidupi kebutuhan keluarga, termasuk untuk
biaya kuliah saya dan adik-adik saya. Nah, liburan menjelang
Hari Raya Idul Fitri sekitar 3 bulan yang lalu, saya pulang ke tanah
kelahiran saya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten
Bangka Selatan, setelah lama tinggal di Yogyakarta untuk kuliah.
Liburan saya mungkin berbeda dengan liburan teman-teman lain yang
pelesir ke suatu tempat bersama sanak saudara. Saya justru membantu
orang tua saya memanen lada, karena kebetulan saya pulang saat musim
panen lada tiba. Tetapi jangan salah, liburan sambil memetik lada tak kalah
menyenangkan dengan liburan pada umumnya. Bagaimana tidak, kita bisa
menikmati hijaunya tanaman lada yang tersusun begitu rapi bak
orang-orang yang sedang salat di tengah lapangan. Liburan ini juga bisa
menghasilkan uang. Lumayan kan untuk biaya hidup saat nanti balik lagi
ke Kota Gudeg.
Pagi-pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, setelah mengantar adik bungsu
saya yang masih duduk di kelas 6 SD ke sekolahnya. Saya mengendarai
sepeda motor berangkat ke perkebunan lada milik orang tua yang lumayan
jauh, masuk hutan pula. Cuaca masih begitu dingin, embun-embun masih melekat di dedaunan tepi
jalan. Saya biasanya pergi bersama mamak (ibu) saya, atau sama adik
saya yang satunya lagi yang juga belum masuk kuliah, kadang kala dengan
sepupu saya yang ikut membantu orang tua saya panen. Kami menggunakan bundong, wadah yang digunakan untuk bauh lada yang
telah dipetik. Setangkai demi setangkai buah lada pun berhasil kami
petik, hingga jumlahnya berkarung-karung setiap hari. Hingga tak heran bila saya merasa ketagihan memetik lada sampai musim
panen berakhir kemudian. Alhamdulillah, saya bersyukur liburan kali ini
bisa membantu orang tua saya panen lada. Meskipun sebenarnya, mereka
punya banyak pekerja yang ikut membantu panen. Alhamdulillah pula, meskipun tak sebanyak panen tahun kemarin, tapi
harga lada di pasaran dunia tahun ini jauh lebih tinggi dari tahun
kemarin. Salam traveler!
Artikel yang sama juga bisa dibaca di travel.detik.com dengan judul "Panen Lada, Pengalaman Liburan Unik di Bangka" oleh penulis yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar