Sabtu, 12 April 2014

PANEN LADA, PENGALAMAN LIBURAN UNIK DI BANGKA



Selain penghasil timah, Pulau Bangka juga dikenal sebagai penghasil lada alias merica. Perkebunan lada terbentang luas di Desa Pasir Putih, Bangka Selatan. Traveler pun dapat bersenang-senang ikut memanen lada. Bagi saya memetik lada merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Apalagi bila tanaman yang akan saya petik berbuah lebat, ditambah bijinya yang besar-besar dan tampak merah. Ya, masyarakat luas di Bangka biasanya lebih akrab menyebut lada dengan sebutan sahang. Meskipun harga lada sempat anjlok pasca krisis moneter tahun 1998 silam, namun masyarakat Bangka tak begitu saja melupakan lada.

Orang tua saya misalnya, tetap bertahan dengan berkebun lada sampai sekarang. Lada itu untuk menghidupi kebutuhan keluarga, termasuk untuk biaya kuliah saya dan adik-adik saya. Nah, liburan menjelang Hari Raya Idul Fitri sekitar 3 bulan yang lalu, saya pulang ke tanah kelahiran saya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan, setelah lama tinggal di Yogyakarta untuk kuliah.

Liburan saya mungkin berbeda dengan liburan teman-teman lain yang pelesir ke suatu tempat bersama sanak saudara. Saya justru membantu orang tua saya memanen lada, karena kebetulan saya pulang saat musim panen lada tiba. Tetapi jangan salah, liburan sambil memetik lada tak kalah menyenangkan dengan liburan pada umumnya. Bagaimana tidak, kita bisa menikmati hijaunya tanaman lada yang tersusun begitu rapi bak orang-orang yang sedang salat di tengah lapangan. Liburan ini juga bisa menghasilkan uang. Lumayan kan untuk biaya hidup saat nanti balik lagi ke Kota Gudeg.

Pagi-pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, setelah mengantar adik bungsu saya yang masih duduk di kelas 6 SD ke sekolahnya. Saya mengendarai sepeda motor berangkat ke perkebunan lada milik orang tua yang lumayan jauh, masuk hutan pula. Cuaca masih begitu dingin, embun-embun masih melekat di dedaunan tepi jalan. Saya biasanya pergi bersama mamak (ibu) saya, atau sama adik saya yang satunya lagi yang juga belum masuk kuliah, kadang kala dengan sepupu saya yang ikut membantu orang tua saya panen. Kami menggunakan bundong, wadah yang digunakan untuk bauh lada yang telah dipetik. Setangkai demi setangkai buah lada pun berhasil kami petik, hingga jumlahnya berkarung-karung setiap hari. Hingga tak heran bila saya merasa ketagihan memetik lada sampai musim panen berakhir kemudian. Alhamdulillah, saya bersyukur liburan kali ini bisa membantu orang tua saya panen lada. Meskipun sebenarnya, mereka punya banyak pekerja yang ikut membantu panen. Alhamdulillah pula, meskipun tak sebanyak panen tahun kemarin, tapi harga lada di pasaran dunia tahun ini jauh lebih tinggi dari tahun kemarin. Salam traveler!




Artikel yang sama juga bisa dibaca di travel.detik.com dengan judul "Panen Lada, Pengalaman Liburan Unik di Bangka" oleh penulis yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar