Saat wisata kuliner
dimanapun itu, merica atau lada adalah bumbu yang penting. Kalau mau
tahu bagaimana lada dipanen sampai siap digunakan sebagai bumbu,
traveler bisa melihatnya di perkebunan lada di Pulau Bangka. Berkelana
di area perkebunan lada, atau yang oleh masyarakat setempat disebut
sahang, memang merupakan sebuah alternatif menarik mengisi waktu liburan
saat bertandang ke Pulau Bangka. Namun, tak lengkap rasanya tanpa
melihat bagaimana biji-biji lada yang telah dipetik dari tangkainya itu
diproses, sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri. Penasaran bukan?
Nah, berikut pengalaman saya saat pulang ke Pulau Bangka.
Saat
saya pulang ke sana, kebetulan sedang musim panen lada. Saya pun senang
bisa berada pada saat-saat seperti itu. Bagaimana tidak, memetik lada
merupakan sesuatu yang sangat menarik bagi saya, bisa terlibat langsung
dalam proses memanen lada. Apalagi bisa menyaksikan bagaimana lada yang
semula masih tergantung di setiap tangkai, berubah menjadi biji-biji
yang putih berseri, menakjubkan tentunya.
Nah, lada-lada yang telah dipetik dalam bundong, yakni wadah untuk menampung lada, selanjutnya diisi dalam karung. Ukuran karung cukup beragam, sehingga volume lada yang bisa ditambung oleh masing-masing karung pun cukup beragam pula. Selanjutnya, untuk menghemat karung dan ruang dalam sungai, biasanya lada-lada itu ditekan menggunakan sebilah kayu sampai karung terisi penuh. Setelah itu, barulah lada-lada dalam karung itu dibawa menuju sebuah sungai tak jauh dari perkebunan lada.
Nah, lada-lada yang telah dipetik dalam bundong, yakni wadah untuk menampung lada, selanjutnya diisi dalam karung. Ukuran karung cukup beragam, sehingga volume lada yang bisa ditambung oleh masing-masing karung pun cukup beragam pula. Selanjutnya, untuk menghemat karung dan ruang dalam sungai, biasanya lada-lada itu ditekan menggunakan sebilah kayu sampai karung terisi penuh. Setelah itu, barulah lada-lada dalam karung itu dibawa menuju sebuah sungai tak jauh dari perkebunan lada.
Lada-lada
dalam karung itu selanjutnya direndam di sungai dalam kurun waktu
kurang lebih dua minggu lamanya. Mengenai waktu, tergantung isi lada
dalam karung itu sendiri. Apabila isi lada dalam sebuah karung padat
berisi, maka waktu yang dibutuhkan bisa mencapai dua minggu atau lebih.
Namun, apabila sebuah karung berisi sedikit lada, sehingga memudahkan
air untuk masuk dalam karung, maka setelah satu minggu pun biasanya
sudah bisa diolah ke proses selanjutnya.
Perendaman lada dalam sungai bertujuan untuk memisahkan lada dari tangkai-tangkainya, serta memudahkan pemisahan dari kulit-kulit biji lada itu sendiri, disamping memilih mana biji lada yang berkualitas dan sebaliknya.
Setelah direndam bermalam-malam lamanya, biasanya dengan begitu, lada mudah dipisahkan dari tangkai dan kulit, serta dipilih mana biji lada yang baik kualitasnya. Caranya, lada yang telah direndam itu dituangkan ke dalam tangguk, wadah untuk membersihkan lada, dengan cara menggasak biji-biji lada itu hingga terkelupas kulitnya. Lalu, dibersihkan dengan air sungai yang harus bersih pula.
Nah, saat proses pemisahan biji lada dari tangkai dan kulit, biasanya akan menimbulkan aroma yang kurang sedap. Maklum saja, biji lada yang direndam beserta tangkai dan kulitnya itu, terkadang dengan daun lada yang ikut masuk ke dalam karung bermalam-malam lamanya, memang menimbulkan bau yang menusuk penciuman. Tapi jangan khawatir, justru itulah sensasi membersihkan lada di sungai. Saya pun pernah mencobanya.
Langkah selanjutnya, lada-lada itu dijemur menggunakan wareng, wadah yang dirancang khusus dengan celah-celah, agar air mudah merembes dan lada cepat kering. Selain itu, untuk mengeringkan lada tentu dibutuhkan sinar matahari yang cukup. Apabila tidak, maka warna lada biasanya tidak putih berseri, melainkan agak kecoklat-coklatan.
Perendaman lada dalam sungai bertujuan untuk memisahkan lada dari tangkai-tangkainya, serta memudahkan pemisahan dari kulit-kulit biji lada itu sendiri, disamping memilih mana biji lada yang berkualitas dan sebaliknya.
Setelah direndam bermalam-malam lamanya, biasanya dengan begitu, lada mudah dipisahkan dari tangkai dan kulit, serta dipilih mana biji lada yang baik kualitasnya. Caranya, lada yang telah direndam itu dituangkan ke dalam tangguk, wadah untuk membersihkan lada, dengan cara menggasak biji-biji lada itu hingga terkelupas kulitnya. Lalu, dibersihkan dengan air sungai yang harus bersih pula.
Nah, saat proses pemisahan biji lada dari tangkai dan kulit, biasanya akan menimbulkan aroma yang kurang sedap. Maklum saja, biji lada yang direndam beserta tangkai dan kulitnya itu, terkadang dengan daun lada yang ikut masuk ke dalam karung bermalam-malam lamanya, memang menimbulkan bau yang menusuk penciuman. Tapi jangan khawatir, justru itulah sensasi membersihkan lada di sungai. Saya pun pernah mencobanya.
Langkah selanjutnya, lada-lada itu dijemur menggunakan wareng, wadah yang dirancang khusus dengan celah-celah, agar air mudah merembes dan lada cepat kering. Selain itu, untuk mengeringkan lada tentu dibutuhkan sinar matahari yang cukup. Apabila tidak, maka warna lada biasanya tidak putih berseri, melainkan agak kecoklat-coklatan.
Untuk melihat apakah lada sudah kering atau belum, cukup digigit saja. Apabila saat digigit biji lada cuma berbelah menjadi dua, itu artinya belum kering atau perlu dijemur lagi. Lada yang sudah kering dan siap untuk diekspor, adalah lada yang apabila digigit bijinya terbelah menjadi beberapa bagian, lebih dari dua. Unik bukan?
(Artikel yang sama juga bisa dibaca di travel.detik.com dengan judul "Nah, Begini Rupanya Cara Mengolah Merica di Bangka" oleh penulis yang sama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar