http://imgarcade.com |
Cerita ini cukup singkat sebetulnya, tapi semoga saja bisa
menghibur bagi siapa pun yang membacanya. Oleh karena cerita ini singkat, maka
saya pun akan segera memulainya. Singkat cerita…Oh ya, kira-kira perlu pakai
frasa “singkat cerita” tidak? Bagaimana menurut kalian? Soalnya di muka sudah
saya utarakan bahwa cerita ini adalah cerita singkat. Jadi, tidak perlulah saya
kira. Menurut kalian bagaimana coba? Sebagai manusia yang hidup di alam
demokrasi, saya sih ikut-ikut saja. Bila hasil jejak pendapat mengharuskan
pakai “singkat cerita”, saya tuliskan. Bila tidak, ya dengan senang hati pula
dua kata itu bakal saya musnahkan dari cerita ini. Selanjutnya saya serahkan
kepada kalian yang budiman. Bagaimanba kira-kira? Cepatlah, inikan cerita
singkat. Jadi, jangan berlama-lama. Sudahlah ya, saya gunakan saja, kalian
terlalu lama. Sukanya sama Cak Lontong, jadinya banyak “mikir!”.
Singkat cerita…Aduh, saya jadi galau. Pakai tidak ya? Pakai
sajalah. Inikan cerita singkat, jadi tak usah berlama-lama.
Bismillahirrahmanirrahiimi…Singkat cerita, malam itu, saya, Dian, Eka, dan
Ghoza berjanji akan berkumpul di salah satu angkringan di Jalan Mangkubumi, tak
jauh dari Stasiun Tugu, Yogyakarta. Itu adalah malam terakhir saya di
Yogyakarta, setelah menghadiri prosesi wisuda sahabat-sahabat saya di Magister
Hukum UGM, termasuk pula Dian yang menjadi inisiator acara malam itu. Malam itu
juga menjadi malam terakhir Eka di Yogyakarta. Besok paginya, saya dan Eka
harus berangkat ke Jakarta menunailan tugas yang sangat mulia. Mengenai apa
tugas mulia itu, tak elok lah saya utarakan di sini. Bagi kami para master bau
toga, tugas itu begitu mulia. Bukan begitu, Eka?
Singkat cerita…Lho, masih dipakai lagi? Ah, taka pa-apa.
Singkat cerita, kami berempat bercerita perihal perkembangan PT. Kereta Api
Indonesia. Menurut cerita yang saya dengar, dulu katanya suasana di kereta api
itu begitu sesak. Para penumpang berjejal. Bahkan ada yang sampai tidak
mendapatkan tempat duduk. Seperti apa coba? Saya lantas membayangkan orang yang
hendak ke Yogyakarta dari Jakarta dengan alokasi waktu perjalananan sekitar
setengah hari lebih, berdiri pula? Alamak, saya yang dulu duduk saja rasanya
pantat saya sudah kabur entah kemana. Lenyap sudah. Bagaimana kalau berdiri?
Bisa kejang-kejang!
Masalah lain…Alhamdulillah, tak pakai “singkat cerita” lagi…adalah
para penjual asongan yang wara-wiri dalam kereta. Nah, untuk masalah yang kedua
ini, saya pun pernah mengalaminya. Sering malah. Bayangkan, naik kereta dari
Yogyakarta ke Jakarta atau sebaliknya, kita tak bisa tidur barang sedetik pun!
Yang terdengar adalah “Mijon Mijon Mijon, Aqua Aqua Aqua, Kopi Kopi Kopi, Pop
Mie Pon Mie Pop Mie, TTS TTS TTS,” dan maaaaaasih banyak produk lain yang tak
putus-putusnya disebut. Sebetulnya ini memang sangat mengganggu kenyamanan para
penumpang. Tapi bila di pikir-pikir, mereka juga cari uang untuk makan. Jadi,
saya pun sulit untuk berkomentar apa.
“Saya terkadang heran sekaligus kasihan, tiap malam mereka
seperti itu. Mereka tidak tidur apa? Lalu mereka dalam kereta terus, bagaimana
pulangnya coba?”, saya melanjutkan cerita tak jelas…Eh, cerita singkat ini.
“Ah, itu belum seberapa, Ce,” sela Dian tiba-tiba dengan
logatnya yang super khas. “Saya lebih heran lagi dengan pedangan yang teriak ‘nasi
panas…nasi panas’ dari Jakarta sampai kereta mau tiba di Yogyakarta. Coba
pikir, dari Jakarta sampai mau tiba itu nasi masih panas? Kapan dia manasnya
coba?”
Iya juga ya. Hahaha…Itu saja sih sebetulnya yang ingin saya
ceritakan. Singkat bukan? Sudahlah, lupaka, tak lucu kok.
Jakarta, 3 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar